WARUNG INFOR NASI "MAS ARUL"

Tikungan Ceulibadak, Munjul, Jl. Ipik Gandamanah, Purwakarta, Jawa Barat

  • Oleh Arulmaster

  • Data 10 Pengunjung Terakhir

  • Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima pemberitahuan tentang tulisan baru melalui surat elektronik.

    Bergabung dengan 69 pelanggan lain

Sebuah Kecelakaan Tragis Mengubah Hidup Saya

Posted by Arulmaster pada 30 April 2012


Kisah ini akan melanjutkan kisah Saya Mengawali Dunia Dagang Profesional Di Perantauan, Purwakarta.

Dengan pendapatan ganda, tabungan saya lebih cepat terkumpul. Hanya beberapa bulan saja, saya sudah punya niat untuk membeli sepeda motor. Kebetulan, ada yang menawarkan sepeda motor dengan status gadai, tapi nilainya cukup tinggi. Karena saya tertarik, persetujuan pun dibuat.

Sepeda motor pun saya gunakan untuk aktifitas sehari-hari seperti belanja ke pasar dan lainnya. Cukup lama sepeda motor itu di tangan saya. Bahkan sudah dianggap milik sendiri karena dengan tambahan sedikit saja sudah resmi saya beli. Pemiliknya pun tidak juga menunjukkan tanda-tanda kapan sepeda motornya akan ditebus. Hingga pada bulan ke 3, sepeda motor itu saya bawa pulang kampung ke Brebes.

Sehubungan warung semakin ramai, saya berniat untuk menambah tenaga kerja dari kampung. Singkat cerita, saya dapatkan teman dekat saya yang bersedia menjadi tenaga kerja. Kami sepakat esok harinya akan berangkat ke Purwakarta.

Pagi sudah tiba. Suasana sangat cerah pagi itu. Begitu juga dengan perasaan kami yang sudah bersiap-siap untuk berangkat. Tidak ada tanda-tanda atau firasat akan terjadi sesuatu yang sangat mengerikan. Setelah selesai dengan semua persiapan, kami pun berpamitan dengan ibu dan semua yang ada. Dan kami segera meluncur, pukul 7 pagi saat itu.

Ini sebuah perjalanan jauh dan saya tidak sendiri seperti saat saya pulang kampung. Jadi saya pikir ekstra hati-hati perlu saya lakukan. Kebetulan hari ini tepat tanggal 17 Agustus 2005. Banyak kantor-kantor instansi pemerintah dan sekolah-sekolah melaksanakan upacara untuk memperingati hari kemerdekaan.

Perjalanan saya lakukan dengan santai, terkadang kami saling mengobrol. Hingga sampai di Patrol, Indramayu, kami memutuskan untuk istirahat agar tidak terlalu pegal. Kami berhenti di sebuah warung pinggir jalan yang banyak berjejer di sana. Setelah minum dan menghabiskan masing-masing sebatang rokok, perjalanan kami lanjutkan. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.55. Sekitar 100 menit lagi saya akan sampai di tujuan.

Perjalanan baru dimulai 5 menit ketika tiba-tiba saya hilang kesadaran. Saat terbangun dari pingsan, saya lihat kerumunan orang disekitar saya. Mereka beramai-ramai menggotong saya. Ya Allah, apa yang terjadi dengan saya? Pertama kali yang saya rasakan adalah sakit yang luar biasa, belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya menjerit, meraung kesakitan sekuat tenaga. Saya lihat seluruh tubuh dari kepala sampai kaki berlumuran darah. Kaki saya, kenapa kaki saya? Celana jean yang saya pakai terlihat compang-camping. Beberapa tulang terlihat menyembul dari sana. Allahu Akbar, teriak saya. Baru kali ini saya melihat tulang manusia, dan tulang itu milik saya sendiri. Ketika mereka mengangkat kaki saya, kaki saya terlihat seperti tanpa tulang, lentur dan melengkung. Sepertinya tulangnya sudah hancur. Sakitnya dapat saya bayangkan sampai sekarang.

Saya di bawa ke mobil bak terbuka. Di situ sudah ada teman saya yang tergeletak tidak berdaya seperti halnya saya. Tapi saya lihat tidak separah saya. Mobil segera meluncur, mungkin ke rumah sakit, pikir saya. Kami hanya saling menatap dan berpegangan tangan, tanpa mampu bercakap lagi.

Kepala saya terasa sakit sekali. Saya beranikan diri untuk merabanya. Aku kaget, kulit di dahi saya tidak ada, terkelupas. Saya raba bagian lainnya yang saya rasakan sakit. Pelipis mata kiri saya, ternyata banyak batu-batu kecil menempel di sana. Saya coba untuk mencongkelnya beberapa bisa saya keluarkan, mungkin tidak semuanya. Darah mengucur dari sana. Saya raba yang lain, bibir atas saya. Bibir saya hampir terbelah dua. Gigi saya terasa sangat ngilu dan hampir pada lepas. Ya Allah, apakah saya akan tetap hidup? Berapa menit lagi? Berapa jam lagi?

Mobil berhenti. Suasana kembali ramai. Orang-orang kembali menggotong kami satu per satu. Suara jeritan terdengar kembali dari mulut kami. Ternyata saya dibawa ke sebuah Puskesmas. Para petugas segera melakukan pertolongan darurat. Mereka melucuti pakaian saya. Beberapa petugas melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang membersihkan luka, ada yang menjahit luka, dan ada yang menahan saya agar tidak dapat meronta. Mereka tidak menyuntik saya dengan obat bius, sehingga saya dapat merasakan dengan jelas apa yang mereka lakukan, termasuk merasakan tajamya jarum jahit keluar masuk daging yang terbuka.

Setelah selesai, kami kembali dibawa ke mobil. Tapi kali ini sebuah ambulance dengan sirine. Di perjalanan, saya mendengar percakapan mereka tentang kejadian yang menimpa kami. Percakapan itu kemudian membantu saya untuk mengingat apa yang telah terjadi dengan kami. Ya, saya mulai bisa mengingat. Waktu itu, setelah 5 menit kami meneruskan perjalanan dari istirahat di warung itu, saya berpapasan dengan sebuah mobil yang melaju kencang berusaha menyalip mobil lainnya. Mobil itu yang setelahnya diketahui bermerek Kijang, berusaha menyalip tanpa memperhitungkan jarak aman dengan kendaraan lain di depannya, yaitu sepeda motor yang kami kendarai. Akhirnya seluruh badan jalan tertutup untuk jalan kami. Waktu itu secara reflek saya banting ke kiri. Tapi karena jarak begitu dekat, kecelakaan pun tidak dapat dihindari.

Setelah lama dalam perjalanan, akhirnya sampailah pada tujuan. Rumah Sakit Gunung Jati, Cirebon. Di sini kembali kami menjalani pertolongan kedua. Setelah selesai, kami di bawa ke ruang pasien. Di sini saya harus menunggu anggota keluarga untuk memutuskan tindakan dokter. Waktu berjalan terasa sangat lama. Selain sakit, saya mulai merasakan lapar dan haus. Tidak kuat menahan saya beranikan diri untuk meminta seteguk air dari penunggu pasien lain, dan saya mendapatkannya.

Waktu berganti malam. Pandangan saya mulai kabur. Apakah saya harus pergi meninggalkan dunia ini? Kenapa harus menunggu keluarga untuk menolong nyawa seseorang? Saya hanya mendapat infus, tanpa obat.

Baru sekitar pukul 8 malam, saya melihat samar-samar sosok yang paling saya kenal, ibu saya. Ibu memeluk saya dan pecahlah tangisannya. Sayangnya saya tidak dapat berkomunikasi. Dalam hati, saya berkata, “Maafkan saya, Bu. Belum juga dapat berbakti, saya sudah merepotkan ibu.”.

Tidak berapa lama kakak saya yang lain muncul. Terdengar Kakak dan ibu berunding. Saya tidak tahu apa yang mereka rundingkan. Yang saya tahu saya sudah tidak tahan menahan sakit. Saya merasakan ada sesuatu yang menggerogoti luka saya. Saya meminta ibu untuk memeriksanya. Dan benar saja, banyak semut berkerubung di sana. Karena kuatir, ibu lantas memanggil petugas jaga untuk mengatasinya.

Paginya, barulah dokter memeriksa kondisi kami. Mulanya dokter menghampiri teman saya.

“Coba gerakkan jarinya!”, perintah dokter.

“Tidak bisa, dok”, jawab teman saya.

Kemudian dokter memeriksa kakinya. Tidak lama, dokter bilang, “Kaki kamu harus diamputasi, karena urat syaraf sudah putus”.

Saya kaget mendengar keputusan dokter. Bagaimana dengan saya? Keadaan saya lebih parah. Saya coba untuk menggerakkan jari kaki saya. Bisa, meskipun ibu jari saya masuk ke dalam seperti kepala kura-kura.

Dokter menghampiri saya dan memerintahkan yang sama dengan teman saya. Setelah melihat jari kaki saya dapat di gerakkan, dokter bilang, ” Besok, kamu operasi! Sekarang kamu kehilangan banyak darah, kamu perlu darah.”.

Karena saya penasaran, saya bertanya, “Apa saya juga harus diamputasi, Dok?”

“Tidak. Urat syaraf kamu masih bagus”, jawab dokter.

Saya sedikit lega. Tapi tetap saja berbagai macam pikiran masih berkecamuk. Apakah saya akan sembuh dan dapat berjalan lagi? Kalau pun bisa berjalan, apakah normal atau pincang? Dan berapa lama untuk sembuh? Dan masih banyak yang lain.

Kisah ini mengingatkan kita dalam berkendara. Betapa pun hati-hatinya kita, kecelakaan akan mengintai kapan saja. Tapi setidaknya itu akan mengurangi resiko kecelakaan. Ingat, jadilah pengendara yang baik, sehingga tidak mencelakakan diri sendiri apalagi orang lain. Semoga apa yang terjadi dengan kami, tidak terjadi dengan Anda.

Kisah ini akan dilanjutkan dengan judul yang lain.

7 Tanggapan to “Sebuah Kecelakaan Tragis Mengubah Hidup Saya”

  1. Anonim said

    Artikel ini mirip dengan kejadian yg saya alami. dimana waktu itu kendaraan yg saya kendarai ditabrak dari muka hingga terbalik. hingga kurang lebih selama 6 bulan harus melakukan pengobatan .praktis selama waktu itu semuanya dilakukan dari awal lagi., bahkan hanya sekedar berjalanpun. hingga harus bolak-balik di 4 rumah sakit. alhamdullillah kini sudah pulih kembali. Allah maha Besar. Jika tidak keberatan sy ingin berkenalan dengan anda . Nama saya Tri, saya baru mulai coba untuk berjualan. saya mohon ijin untuk copy resep dari anda. terima kasih sebelumnya. semoga anda sehat selalu..salam dari saya .ini e-mail saya trimurhadi@yahoo.com. semoga kita dapat menjadi pertemanan. saya asli dari tegal. mungkin lain waktu kita dapat jumpa. amien

  2. Anonim said

    yang sabar ya mas,saya salut sama anda…saya doakan sll anda berhasil dalam hidup ini…amiinn.

  3. rina said

    lemas sy bacanya…

  4. Arulmaster said

    Terimakasih atas dukungannya.

  5. Arulmaster said

    Ya, itulah yang terbaik bagi kita. Semoga kita dapat saling membantu.

  6. rifki said

    saya menyimak dengan seksama…klo blh tanya,mas arulmaster tinggal di purwakartanya daerah munjul?

  7. Arulmaster said

    Ya, Sob, Ceulibadak.

Apakah artikel di atas bermanfaat? Beri tanggapan Anda pada kolom di bawah ini.